Etnomatematika, sebagai cabang ilmu yang mengkaji konsep-konsep matematika dalam budaya masyarakat, menawarkan wawasan mendalam tentang bagaimana manusia memahami, menghitung, dan merancang aktivitas sehari-hari. Di Bali, etnomatematika tidak hanya terlihat dalam seni dan arsitektur, tetapi juga dalam kuliner tradisionalnya. Dua makanan khas Bali, yaitu lawar dan jukut ares, merupakan contoh nyata bagaimana matematika dan sains berperan dalam proses pembuatannya. Artikel ini akan menjelaskan hubungan antara etnomatematika dan sains dalam pembuatan dua hidangan tersebut, serta menggali lebih dalam tentang elemen ilmu pengetahuan yang terkandung di dalamnya.
Etnomatematika dalam Pembuatan Lawar dan Jukut Ares
Lawar dan jukut ares adalah dua hidangan tradisional Bali yang tidak hanya kaya akan cita rasa dan budaya, tetapi juga mengandung elemen ilmu pengetahuan yang menarik. Kedua makanan ini memiliki unsur matematika dan sains dalam proses pembuatannya, termasuk konsep proporsi, simetri, dan pola matematika.
Konsep Proporsi dan Perbandingan dalam Lawar
Dalam pembuatan lawar, proporsi dan perbandingan dari bahan-bahan yang digunakan sangat penting untuk mencapai rasa yang seimbang. Contohnya, dalam pembuatan lawar merah, keseimbangan antara daging dan darah segar harus diperhitungkan agar teksturnya tidak terlalu cair dan tidak terlalu padat. Penggunaan bumbu seperti bawang putih, bawang merah, kunyit, kencur, cabai, terasi, dan garam juga memerlukan takaran yang tepat agar tidak terlalu pedas atau terlalu asin.
Pola Potongan Batang Pisang dalam Jukut Ares
Sementara itu, pada jukut ares, aspek matematika yang terlihat adalah pola potongan batang pohon pisang. Potongannya sering mengikuti pola spiral yang menyerupai deret Fibonacci. Hal ini mencerminkan keteraturan matematika yang terjadi secara alami dalam pertumbuhan pohon pisang. Selain itu, takaran bumbu yang digunakan dalam pembuatan jukut ares juga harus diperhatikan agar mendapatkan cita rasa yang khas.
Sains dalam Proses Pembuatan Lawar dan Jukut Ares
Selain etnomatematika, aspek sains juga dapat ditemui dalam pembuatan lawar dan jukut ares. Aspek sains dapat dilihat dari komposisi kimia yang terkandung pada bahan-bahan yang digunakan, serta reaksi kimia yang terjadi selama proses memasak.
Komposisi Kimia dalam Bahan-Bahan
- Jukut Ares: Batang pisang mengandung serat tinggi, terutama selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Kandungan karbohidrat kompleks seperti polisakarida memberikan tekstur kenyal setelah dimasak.
- Bumbu Jukut Ares: Cabai mengandung capsaicin yang memberikan rasa pedas dan memiliki sifat antioksidan. Bawang merah dan bawang putih mengandung senyawa organosulfur seperti allicin, yang memiliki sifat antibakteri dan antiinflamasi.
Reaksi Kimia dalam Pembentukan Rasa, Aroma, dan Bau
- Reaksi Maillard: Terjadi saat bumbu dan daging dipanaskan, menghasilkan senyawa yang memberikan rasa umami dan aroma khas.
- Pelepasan Senyawa Volatil: Bahan seperti cabai, jahe, dan bawang melepaskan senyawa volatil yang bertanggung jawab atas aroma dan bau yang tercium saat memasak.
- Asam Amino dan Asam Lemak: Dalam lawar yang menggunakan darah hewan, pembentukan senyawa nitrogen seperti hemoglobin mempengaruhi warna dan rasa makanan. Asam lemak pada darah juga berperan dalam menciptakan rasa gurih dan bau yang khas.
- Fermentasi: Jika bahan seperti daun pepaya digunakan, fermentasi alami bisa terjadi, menciptakan rasa sedikit asam yang unik.
Kesimpulan
Etnomatematika dan sains memiliki peran penting dalam proses pembuatan lawar dan jukut ares khas Bali. Konsep proporsi, simetri, serta pola matematika dapat ditemukan dalam teknik penyajian dan pembuatan dua hidangan khas ini. Sementara itu, sains menjelaskan berbagai proses kimia dan manfaat nutrisi dalam hidangan tersebut. Etnomatematika terhubung dengan cara masyarakat Bali mengolah makanan ini, seperti mengukur jumlah bumbu yang digunakan, menghitung waktu pemasakan, dan memperkirakan komposisi yang seimbang antara bahan utama dan bumbu. Kajian ini menunjukkan bahwa budaya tradisional Bali tidak hanya kaya akan nilai estetika dan filosofi, tetapi juga memiliki dasar ilmiah yang kuat dalam praktik kehidupan sehari-hari.







